Menu Baru Web PWS Medan

Bergabunglah dengan Paguyuban Wargi Sunda versi FaceBook , dapatkan info PWS terbaru , Jangan lupa DOWNLOAD File berbentuk Powerpoint ( pps ) dari web ini , dan semuanya tentu saja Gratis untuk anggota dan pembaca setia Web PWS - Medan , Haturnuhun
Myspace tweaks at TweakYourPage.com

Selasa, 29 April 2008

Kanyahoan Aslina . . . . . . .


"Dalam situasi mendesak, genting atau dalam tekanan yang tinggi, Anda akan tahu siapa Anda sebenarnya."

Kepanikan terjadi di pesawat Cathay Pacific CX0777 penerbangan Hongkong-Jakarta yang dijadwalkan mendarat di Bandara Soekarno-Hatta pukul 13:05 WIB, tanggal 26 April 2008 lalu. Hanya beberapa menit menjelang pendaratan seorang anak laki-laki usia sekitar 6 tahun --yang entah kenapa bisa masuk ke kamar kecil sendirian, terkunci di dalam! Padahal seluruh kru dan penumpang sedang dalam persiapan pendaratan.

Penumpang telah diminta menaikkan sandaran kaki, menegakkan tempat duduk, membuka kaca jendela dan mengenakan sabuk pengaman. Dari ketinggian, landasan sudah terlihat dan pesawat perlahan turun mendekati landas pacu.

Anak laki-laki itu terus berteriak dan menggedor pintu, sementara seorang pramugari berusaha sekuat tenaga untuk membuka pintu dari luar. Tidak berhasil.

Sebaliknya si Pramugari terlihat tegang meskipun secara professional ia berusaha tetap tenang. Jari-jari kecilnya tidak terlalu kuat untuk bisa mencongkel kunci pintu dari luar. Pramugari yang lain sudah duduk di tempatnya masing-masing untuk pendaratan.

Saya berpikir, seandainya anak itu tidak berhasil dikeluarkan dari kamar kecil, sesuai prosedur keselamatan penerbangan yang saya tahu, pastilah pilot akan membatalkan pendaratan.

Tetapi sebelum semua itu terjadi, seorang bergegas pramugara datang dari arah depan. Awak pesawat lain barangkali memanggil bantuan. Dengan sebuah alat kecil, kunci berhasil dibuka.

Si anak keluar dan berlari ke arah orangtuanya, si pramugari terlihat lega, meskipun belum bisa tersenyum. Sambil mengencangkan sabuk pengaman, saya lihat si pramugari berkali-kali menarik nafas panjang sambil memenepuk-nepuk dada. Sangat lega barangkali.

Bayangkan, seandainya kejadian kecil dalam area tanggungjawabnya itu sampai menyebabkan pendaratan dibatalkan, mungkin ia akan ada proses investigasi kenapa sampai ada anak kecil masuk kamar kecil sendirian menjelang pendaratan. Diam-diam saya pun ikut lega.

Dari peristiwa kecil ini saya mempunyai catatan kecil.

Memperhatikan sikap orang-orang di sekitar tempat itu yang tidak berbuat apa-apa (selain menyalahkan orangtua si anak, barangkali), pramugari yang terlihat panik meskipun menjalankan tugasnya secara professional, awak pesawat lain yang menghadapi dilema antara datang membantu dengan prosedur yang harus ditaatinya, serta terlebih lagi orangtua si anak yang juga terlihat pucat.
Pada akhirnya saya menyimpulkan, kita semua ini manusia biasa.
Atribut, topeng-topeng yang kita kenakan akan rontok dengan sendirinya ketika sebuah peristiwa memaksa.

Betapa pun gagahnya mereka ketika masuk pesawat, pada akhirnya kegagahan itu luntur ketika sebuah peristiwa kecil tapi mendebarkan terjadi.

Bukankah siapa kita sesungguhnya akan terlihat ketika kita dihadapkan kepada situasi yang mengancam?
Kanyahoan aslina . . . . . ., kata orang Jawa Barat.

Tidak ada komentar: