Menu Baru Web PWS Medan

Bergabunglah dengan Paguyuban Wargi Sunda versi FaceBook , dapatkan info PWS terbaru , Jangan lupa DOWNLOAD File berbentuk Powerpoint ( pps ) dari web ini , dan semuanya tentu saja Gratis untuk anggota dan pembaca setia Web PWS - Medan , Haturnuhun
Myspace tweaks at TweakYourPage.com

Kamis, 08 Mei 2008

Dimuliakan vs Dihinakan


Ada suatu keyakinan yang keliru pada manusia, yaitu jika diberi rizki atau kemudahan maka itu adalah suatu penghormatan atau kemuliaan dari Allah. Namun, jika diberi sedikit rizki atau sulit urusannya, maka dihinakan oleh Allah. Padahal, dua keadaan itu adalah sama, yaitu sama-sama ujian bagi manusia.

"Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia berkata: "Tuhanku telah memuliakanku" . Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rezekinya maka dia berkata: "Tuhanku menghinakanku" .
(Al-Quran Al-Karim Surah Al-Fajr [86]: ayat 15-16)

Jika kita melihat ada orang yang diluaskan rizkinya tetapi malas melaksanakan ketaatan pada Allah, sementara anaknya sehat-sehat, tampan-tampan, dan cantik-cantik, maka ini adalah kemuliaan. Kemudian jika sedikit hartanya atau sakit badannya, maka ia direndahkan (dihinakan). Sekali-kali bukan demikian !

Bisa jadi kelapangan dan kemudahan yang diberikan itu adalah karena penangguhan balasan dosa yang dilakukannya di dunia. Sebaliknya, kesukaran dan kesempitan itu bisa jadi merupakan cara Allah untuk membersihkan dirinya dari dosa, sebagaimana yang diriwayatkan dari Anas radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda,

"Apabila Allah menghendaki hamba-Nya itu menjadi baik, maka Ia menyegerakan siksaannya di dunia ini, dan apabila Allah menghendaki hamba-Nya itu menjadi orang jahat, maka Ia menangguhkan dosanya sehingga akan dituntut nanti pada hari kiamat."

Sesungguhnya, Allah memberikan harta kepada semua hamba-Nya, baik kepada orang yang dicintai-Nya, atau kepada orang yang tidak dicintai-Nya, karena Allah memilki sifat Ar-Rahman. Lantas, apa yang membedakan?

Yang menjadi penentu adalah ketaatan pada dua keadaan ini : lapang dan sempit. Kalau taat berarti mulia, kalau tidak taat berarti kufur (dihinakan Allah). Kebaikan ada pada bagaimana menyikapinya.

Memang sangat menakjubkan keadaan orang mukmin itu; karena segala urusannya sangat baik baginya dan itu tidak akan terjadi kecuali bagi seorang yang beriman di mana bila mendapatkan kesenangan ia bersyukur maka yang demikian itu sangat baik baginya, dan bila ia tertimpa kesusahan ia sabar, maka yang demikian itu sangat baik baginya.

Keadaan seperti ini (syukur dan sabar), tidak akan mungkin ada kecuali pada seorang mukmin. Yang perlu kita tanamkan dalam hati adalah bahwa kekayaan dan kefakiran adalah ujian. Besarnya pahala yang diterima, tergantung dari besar atau kecilnya ujian.

Sesungguhnya, besar-kecilnya pahala itu tergantung pada besarnya ujian. Dan sesungguhnya, jika Allah mencintai suatu kaum maka Allah menguji mereka; barangsiapa yang ridha maka allah akan meridhainya dan barangsiapa yang murka, maka Allah akan memurkainya. (Hadits Riwayat Imam Turmudzy)

Saat Imam Ibnu Taimiyah ditanya: Manakah yang lebih baik, kaya yang bersyukur atau faqir yang sabar?

Tidak ada nash yang membedakan, dua orang ini adalah orang yang mulia. Informasi seperti ini akan membuat kita mengoreksi diri: apakah benar saat ini sedang dimuliakan Allah, atau malah sebaliknya yaitu dihinakan oleh-Nya?

Wallahu a'lam bish-showab wa a'fwu minkum

Tidak ada komentar: